KONDISI SOSIAL BUDAYA DESA LAMAWARA, KECAMATAN ILE APE, KABUPATEN LEMBATA

MAKALAH
“KONDISI SOSIAL BUDAYA DESA LAMAWARA, KECAMATAN ILE APE, KABUPATEN LEMBATA”




NAMA                       : SILVESTER YULIANUS EKO SILI
NIM                            : 142380045
KELOMPOK            : B
SEMESTER              : III
MATA KULIAH      : SOSIOLOGI PEDESAAN



PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN LAHAN KERING
JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI
KUPANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sosiologi pertanian adalah suatu hasil penerapan metode ilmu dalam mempelajari masyarakat pedesaan, struktur social dan organisasi social, dan juga system perubahan dasar masyarakat dan proses perubahan social yang terjadi.
Tetapi dalam hal ini tidak hanya cukup mempelajari saja, tetapi kita harus benar-benar paham tentang penyebap terjadinya dan dampak atau akibat dari segalah tindakan social yang terdapat pada desa tersebut (Nasution, 1983).
Sosiologi pertanian cenderung mengarah pada kehidupan keluarga petani yang mencakup dalam hubungannya dengan kegiatan pertanian dikehidupan bermasyarakat,misalnya tentang pola-pola pertanian, kesejateraan masyarakat, kebiasaan atau adat istiadat, grup social, organisasi social, pola komunikasi dan tingkat pendidikan masyarakat.
Dalam hal ini, penulis memili Desa Lamawara sebagai sampel, karena desa ini menerima budaya-budaya yang baru, tetapi tanpa menghilangkan budaya yang asli. Dengan demikian desa Lamawara merupakan salah satu desa yang terkenal dengan keberagaman budaya yang tersebar dalam beberapa bidang.

1.2. TUJUAN PENULISAN
Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
v  Mengetahui kondisi sosial budaya desa Lamawara, kecamatan Ile Ape, kabupaten Lembata; baik dalam bidang pertanian, dalam bidang peternakan, dalam bidang ekonomi, interaksi social dan bidang perkawinan.



Makalah ini di tulis berdasarkan wawancara penulis dan di lengkapi dengan studi pustaka.
BAB II
ISI
“KONDISI SOSIAL BUDAYA DESA LAMAWARA, KECAMATAN ILE APE, KABUPATEN LEMBATA”
Lamawara adalah nama sebuah desa di kabupaten Lembata, Kecamatan Ile Ape, yang terbentuk pada tahun 2000-an, yang merupakan hasil pemekaran dari desa Bungamuda. Desa ini terletak di kaki gunung Ile Ape dengan bagian utara dibatasi laut, bagian selatan dibatasi gunung, bagian timur berbatasan dengan desa Bungamuda dan bagian barat berbatasan dengan desa Amakaka.
Meskipun hanya terdiri dari kurang lebih 200-an kepala keluarga, tetapi desa Lamawara sangat kuat dengan ikatan kekeluargaan, kerja sama dan kekompakan dalam segalah hal. Kerja sama yang baik antara masyarakat terlihat jelas pada acara-acara adat, kematian, pembangunan, kegiatan pertanian dan lain-lain. Masyarakat desa Lamawara selain mempercayai adanya Tuhan (memiliki agama), masyarakat ini juga mempercayai dan menjunjung tinggi aturan adat dan arwa leluhur.
Beberapa kondisi sosial budaya masyarakat desa lamawara, antara lain:
2.1.BIDANG PERTANIAN
Ø  Mayoritas petani membudidayakan tanaman jagung, karena kondisi lahan lebih memungkinkan untuk pertumbuhan komoditas tanaman tersebut. Selain itu jagung sudah merupakan tanaman pangan utama yang dikembangkan sejak zaman dahulu kala, yang kemudian dapat di olah menjadi jagung titi (wata nengen), sejenis keripik yang biasa dihidangkan pada saat uapacara-upacara adat.
Ø  Teknologi yang di gunakan dalam pertanian masih tradisional, karena lahannya yang miring dan berbatu- batu (pengolahan lahan dengan menggunakan tova).
Ø  Pembukaan lahan baru, harus ada ijin atau penyampaian kepada kepala suku/kampong atau dalam bahasa Lamawara di sapa “lewo puken tanah alawen” beberapa hari sebelumnya, dengan tujuan lewo puken tanah alawen menyampaikan atau meminta ijin kepada arwa leluhur melalui upacara baololoken.
Ø  Komoditas tanaman tertentu tidak diperbolekan dikonsumsi oleh orang atau suku tertentu. Seperti contohnya:
v  Kacang merah (utan mean) menjadi haram bagi anak sulung laki-laki di beberapa suku seperti Langobelen.
v  Sejenis umbi-umbian yang dalam bahasa Lamawara disebut hura, juga tidak di perbolehkan untuk di konsumsi oleh kepala rumah adat dari beberapa suku.

2.2. BIDANG PETERNAKAN
Ø  Ternak yang paling banyak di budidaya di desa Lamawara yaitu: ternak kambing, ternak  babi, dan ternak ayam.
Ø  Pemeliharaan ternak ada yang dikandangkan dan ada juga yang di tambatkan dengan tali pada batang-batang pohon.
Ø  Ternak domba dapat dipelihara di desa Lamawara tetapi tidak di perbolekan untuk di konsumsi tanpa upacara adat.
Masyarakat desa Lamawara meyakini bahwa ada dua dunia yang berbeda yakni: dunia manusia yang disebut tanah ekan, dan dunia leluhur yang disebut dengan lera wulan. Hewan domba tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi karena hewan ini dianggap sebagai hewannya para leluhur atau wokhot. Sehingga hanya dapat dikonsumsi setelah dilakukan upacara adat yaitu dawai tale yang dilakukan oleh ibu-ibu.
            Upacara ini bertujuan untuk menghubungkan dunia manusia dan dunia leluhur, sehingga anak dari ibu yang  melaksanakan upacara tersebut dianggap dapat mewakili arwah leluhur (wokhot) untuk mendapatkan jata yaitu bagian kepala, kaki depan dan belakang, serta hati dan jantung dari hewan tersebut, agar dapat di konsumsi bagian tubuh lainya oleh masyarakat yang lain.








2.3. BIDANG PEREKONOMIAN
Masyarakat desa Lamawara selain bermata pencaharian sebagai petani, juga sebagai nelayan karena keberadaannya persis di pesisir pantai. Dari hasil tangkapan nelayan dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil tersebut dapat ditukar dengan hasil pertanian masyarakat dari daerah pegunungan yang hanya kaya kan hasil pertanian, seperti daerah  Atadei. Sedangkan hasil pertanian hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Didesa Lamawara, ada pula kearifan lokal menenun (neket tane) dengan bahan dasar yang berasal dari alam atau tanpa benang maupun pewarna tekstil hasil industri. Benang dihasilkan dari kapas yang diolah sendiri sehingga bisa menekan biaya produkasi. Salah satu hal unik yang menjadi adat dari desa ini, yaitu setiap anak perempuan diwajubkan untuk mengetahui minimal salah satu proses dalam menenun, sebagai contoh proses yang paling mudah yasitu memintal benang. Oleh karena itu dunia pendidikan memiliki peran yang penting dalam mendukung keberlanjutan tradisi tersebut.
Salah satu bentuk dukungan dari sekolah adalah memasukan beberapa tahapan menenun dalam mata pelajaran muatan local. Beberapa tahapan tersebut antara lain memintal benang, dan menggulung benang. Kedua kompetensi di atas di peruntukan untuk anak perempuan, sedangkan untuk anak laki-laki yaitu membuat tenue. Tenue adalah alat yang digunakan untuk memintal benang yang terbuat dari kayu dan bilahan bambu.
Hasil dari tenunan berupa sarung yang terdiri dari beberapa jenis, yang dalam bahasa Lamaholot disebut dengan wathek, nowing dan kewodu. Wathek juga terbagi lagi menjadi beberapa jenis diantaranya ohin, hebaken dan topon.
Dari beberapa jenis sarung hasil tenunan di atas, masing-masingnya memiliki harga jual yang berbeda-beda, berkisar dari Rp. 500.000 saampi Rp. 10.000.000.
Daalam hal pemasaran, sarung biasany di jual di pasaar-pasar terdekat dan di pameran-pameran budaya. Pembeli sarung biasanya berasal dari masyarakat lamaholot pada umumnya dan juga turis-turis yang dating ke desa.
                                                                                     

2.4. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT
  Masyarakat desa Lamawara sangat mencintai kedamaian, kebersamaan, dan gotong royong sebai contohnya dalam hal kematian, pertanian, pernikahan, semua warga saling membantu untuk meringankan beban.
Dalam hal cinta akan kedamaian, masyarakat desa Lamawara serndiri maupun masyarakat luar yang sedang berada dalam wilayah desa Lamawara tidak diperkenankan untuk melakukan pembunuhan ataupun perkelahian yang sampai menyebapkan setetes darah dari salah seorang pelaku membasahi tanah desa lamawara. Apabilah hal tersebut di langgar maka akan menyebabkan kedua belah pihak bahakan keturunannya mengalami sakit yang tidak dapat di buktikan secara medis, bahakan berakibat pada kematian. Sakit yang dialami ini dalam bahasa setempat disebut dengan belara roi.
Untuk mengatasi atau menyembukan sakit tersebut harus dilaksanakan upacara adat yakni rete rang dan mei nawa. Mei Nawa merupakan salah satu upacara adat yang bertujuan untuk menghilangkan atau membersikan darah yang menyelimuti pelaku atau kerturunan dari kedua bela pihak. Dengan cara menggantikan darah tersebut dengan hewan babi, kambing dan ayam. Hal yang paling unik dari upacara ini adalah hewan yang dijadikan pengganti tersebut, ketika dipotong dan dibagikan kepada seluru masyarakat desa, hewan-hewan tersebut hanya memiliki setenga organ hati, yang dipercaya masyarakat setenga organ hati yang hilang merupakan jatanya arwa leluhur yang telah diambil.
Dalam dunia pertanian, kebersamaan dan gotong royong paling Nampak dalam kegiatan mohin. Mohin adalah salah satu kegiatan bekerja sama dalam hal mengolah lahan, menanam, membersikan gulma, sampai proses memanen hasil pertanian, yang dikerjakan secara bergilir dari kebun salah satu anggota ke kebun anggota yang lain.
Sebagaimana di jelaskan dalam bidang pertanian, teknologi yang digunakan masi sederhana atau hanya dengan menggunakan tova, sehingga untuk luasan lahan yang cukup besar tentunya membutukan waktu yang sangat lama. Atas dasar pertimbangan tersebut maka terbentuklah mohin yang dilaksanakan sejak zaman dahiulu yang diturunkan hingga sekarang.
  Masyarakat desa ini juga sangat menghargi tamu atau orang baru. Terkhusus untuk pejabat atau orang yang dianggap status sosialnya tinggi, wujud penghargaan diungkapkan dengan diberikan selendang, dan dijemput dengan tarian penjemputan, yang di iringi gong gendang. Selain itu tamu juga diberikan tuak yang dituangkan pada neak (tempat minum yang terbuat dari batok kelapa), dan tembako koli untuk yang laki-laki; Sementara itu untuk yang perempuan di berikan siri pinang (wua malu).
  Pada malam hari dibulan purnama, biasanya baik bapa-bapa maupun ibu-ibu berkumpul bersama untuk membina keakrapan, maupun menyelesaikan pekerjaan tertentu (Baung). Masyarakat yang laki-laki biasanya menghabiskan waktunya di bawah bulan purnama sambil minum tuak bersama, sedangkan yang ibu-ibu biasanya menganyam maupun memintal benang.
Masyarakat desa Lamawara di tempati/dihuni oleh beberapa suku yakni:
ü  Langobelen, suku ini memiliki anggota terbanyak, hampir mencapai 40%. Karena jumlah anggotanya yang terlalu banyak, suku ini kemudian terbagi lagi dalam beberapa rumah adat (rie), yang dibagi berdasarkan jumlah dan nama anak. Pembagian tersebut meliputih: Igol, Ola, Hali, Bala, Likuwai, Lusikawak, dan Lamapapa.
ü  Balawala, suku ini juga terbagi dalam beberapa rumah adat yang meliputi rie Lango Uran, dan lain-lain.
ü  Purek Lolon
ü  Lama Bahir
ü  Lelang Onen, dan
ü  Tobiona, suku ini merupakan suku yang paling terakhir di terima atau diresmikan secara adat di desa Lamawara.
            2.5. SISTEM PERKAWINAN
            Perkawinan sebagai suatu peristiwa sosial yang luas, tidak hanya melibatkan dua orang yang akan kawin semata. Perkawinan setidaknya melibatkan dua keluarga, orang yang berinisiatif untuk kawin harus memiliki syarat-syarat yang telah ditentukan oleh budayanya. Syarat-syarat perkawinan meliputi: Mas kawin/bride price, Pencurahan tenaga untuk kawin/bride-services, Pertukaran gadis/bride-exchange (Pujileksono, 2009 ; 43).
            Di wilayah Nusa Tenggara Timur ,belis merupakan unsur penting dalam perkawinan. Selain dipandang sebagai tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur, di satu sisi merupakan bentuk penghargaan terhadap perempuan, juga sebagai pengikat pertalian kekeluargaan. Selain itu, belis juga dianggap sebagai simbol untuk mempersatukan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. Belis juga dianggap sebagai syarat utama pengesahan berpindahnya suku perempuan ke suku suaminya.
            Di desa Lamawara belis yang di berikan oleh pihak pria yaitu Gading gaja (Bala), gading gajah tidak hanya mengikat hubungan perkawinan antara suami-istri, atau antara keluarga perempuan dan keluarga laki-laki, tetapi seluruh kumpulan masyarakat di suatu wilayah. Perkawinan itu memiliki nilai sakral yang meluas, suci, dan bermartabat yang lebih sosialis (Abnersanga, wordpress.com).
            Gading gajah merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang gadis yang hendak dinikahi. Penghargaan atas kepercayaan, kejujuran, ketulusan, dan keramahan yang dimiliki sang gadis. Kesediaan menyerahkan mas kawin gading gajah kepada keluarga wanita pertanda membangun suasana harmonis bagi kehidupan sosial budaya setempat. Pernikahan gadis asal Lamaholot selalu ditandai dengan pembicaraan mas kawin gading gajah (Abnersanga,wordpress.com)
            Sebagai balasannya keluarga wanita harus memberikan sarung adat dan peralatan dapur/perlengkapan rumah tangga yang di bawa ke rumah keluarga pria pada saat upacara nawo barek. Nawo barek adalah upacara penghantaran mempelai wanita oleh keluarganya ke rumah mempelai pria.










BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Lamawara adalah nama sebuah desa di kabupaten Lembata, Kecamatan Ile Ape, yang selain mempercayai adanya Tuhan, masyarakat ini juga mempercayai dan menjunjung tinggi aturan adat dan arwa leluhur (Lera Wulan Tanah Ekan).
Dalam bidang pertanian, mayoritas petani membudidayakan tanaman jagung, samentara teknologi yang di gunakan dalam pertanian masih tradisional.
    Dalam bidang peternakan, ternak yang paling banyak di budidaya di desa Lamawara yaitu: ternak kambing, ternak  babi, dan ternak ayam.
Masyarakat desa Lamawara selain bermata pencaharian sebagai petani, sebagai nelayan dan juga menenun.
Masyarakat desa Lamawara sangat mencintai kedamaian, kebersamaan, dan gotong royong.
Perkawinan di desa Lamawara menggunakan maskawin berupa gading (bala), yang merupakan salah satu bentuk penghagaan terhadap keluarga wanita, dan sebagai pengikat hubungan kekeluargaan antara kedua bela pihak.

3.2. SARAN
Sebagai makluk ciptaan Tuhan yang tidak terlepas dari kesalahn, penulis menyadari bahawa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis meminta usul dan saran, untuk perbaikan pada makalah-makalah selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Pujileksono, S. 2006. Pengantar Antropologi. Malang : UMM Press

http://abnersanga.wordpress.com                                    

Comments

Popular posts from this blog

PERBEDAAN PROGRAM DAN PROGRAMA PENYULUHAN